Jumat, 23 November 2012

Advokasi

1.1.      Advokasi
1.1.1.    Sebuah Definisi
Banyak orang masih menganggap bahwa advokasi merupakan kerja-kerja pembelaan hukum (litigasi) yang dilakukan oleh pengacara dan hanya merupakan pekerjaan yang berkaitan dengan praktek beracara di  pengadilan. Pandangan ini kemudian melahirkan pengertian yang sempit terhadap apa yang disebut sebagai  advokasi. Seolah-olah, advokasi merupakan urusan sekaligus monopoli dari organisasi yang berkaitan dengan ilmu dan praktek hukum semata.
Pandangan semacam itu bukan selamanya keliru, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Mungkin  pengertian advokasi menjadi sempit karena pengaruh yang cukup kuat dari padanan kata advokasi itu dalam bahasa Belanda, yakni advocaat yang tak lain memang berarti pengacara hukum atau pembela. Namun kalau kita  mau mengacu pada kata advocate dalam pengertian bahasa Inggris, maka pengertian advokasi akan menjadi lebih luas. Misalnya saja dalam kamus bahasa  Inggris  yang  disusun  oleh  Prof.  Wojowasito,  Alm.,  Guru  Besar  IKIP  Malang  (kini Universitas Negeri Malang) yang diterbitkan sejak tahun 1980, kata advocate dalam  bahasa Inggris dapat  bermakna  macam-macam.  Avocate bisa  berarti menganjurkan,  memajukan  (to promote),   menyokong  atau  memelopori.  Dengan  kata  lain,  advokasi  juga  bisa  diartikan melakukan perubahan secara terorganisir dan sistematis.
Istilah advokasi merujuk kepada dua pengertian, yaitu, pertama, pekerjaan atau profesi dari seorang  advokat, dan kedua, perbuatan atau tindakan pembelaan untuk atau secara aktif mendukung  suatu  maksud.  Pengertian pertama  berkaitan dengan pekerjaan  seorang  advokat dalam  membela  seorang  kliennya  dalam   proses  peradilan  untuk  mendapatkan  keadilan. Pengertian advokasi yang pertama ini lebih bersifat khusus  sedangkan pengertian kedua lebih bersifat umum karena berhubungan dengan pembelaan secara umum,  memperjuangkan tujuan atau maksud tertentu.
Dalam konteks advokasi untuk  memengaruhi kebijakan publik, pengertian advokasi yang kedua  mungkin yang lebih tepat karena obyek yang di advokasi adalah sebuah kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan publik atau kepentingan anggota masyarakat.
Berbicara advokasi, sebenarnya tidak ada definisi yang baku. Pengertian advokasi selalu berubah-ubah  sepanjang  waktu tergantung  pada keadaan,  kekuasaan,  dan politik  pada suatu kawasan tertentu. Advokasi sendiri dari segi bahasa adalah pembelaan. Setidaknya ada beberapa pengertian dan penjelasan terkait dengan definisi advokasi, yaitu:
1.  Usaha-usaha terorganisir untuk membawa perubahan-perubahan secara sistematis dalam menyikapi suatu kebijakan, regulasi, atau pelaksanaannya (Meuthia Ganier).1
2.  Advokasi adalah membangun organisasi-organisasi demokratis yang kuat untuk membuat para penguasa bertanggung jawab menyangkut peningkatan keterampilan serta pengertian rakyat tentang bagaimana kekuasaan itu bekerja. 2
3.  Upaya  terorganisir  maupun  aksi  yang  menggunakan  sarana-sarana  demokrasi  untuk menyusun  dan   melaksanakan  undang-undang  dan  kebijakan  yang  bertujuan  untuk menciptakan masyarakat yang adil dan merata (Institut Advokasi Washington DC).
4.  Advokasi  merupakan  segenap  aktifitas  pengerahan  sumber  daya  yang  ada  untuk membela,  memajukan, bahkan merubah tatanan untuk mencapai tujuan yang lebih baik sesuai keadaan yang  diharapkan. Advokasi dapat berupa upaya hukum formal (litigasi) maupun di luar jalur hukum formal (nonlitigasi).3
5.  Menurut Mansour Faqih, Alm., dkk, advokasi adalah usaha sistematis dan terorganisir untuk  mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya perubahan dalam kebijakan publik secara bertahap-maju (incremental).4
6.  Julie Stirling mendefinisikan advokasi sebagai serangkaian tindakan yang berproses atau
kampanye yang terencana/terarah untuk mempengaruhi orang lain yang hasil akhirnya adalah untuk merubah kebijakan publik. 5
7.  Menurut Sheila Espine-Villaluz, advokasi diartikan sebagai aksi strategis dan terpadu yang  dilakukan  perorangan  dan  kelompok  untuk  memasukkan  suatu  masalah  (isu) kedalam agenda kebijakan,  mendorong para pembuat  kebijakan untuk  menyelesaikan masalah tersebut, dan membangun basis  dukungan atas kebijakan publik yang diambil untuk menyelesaikan masalah tersebut. 6
Dari berbagai pengertian advokasi diatas, kita dapat membagi penjelasan itu atas empat bagian, yakni aktor atau pelaku, strategi, ruang lingkup dan tujuan.
1.1.2 Advokasi: Alasan, Tujuan, dan Sasaran 7
Bagi sebagian orang yang telah berkecimpung dalam dunia advokasi, tentu mereka tidak akan  menanyakan kembali mengapa mereka melakukan hal itu. Namun, bagi sebagian lainnya yang  belum  begitu  memahami,  atau  bahkan  belum pernah  mengenal,  seluk-beluk  advokasi, jawaban  atas  pertanyaan  Mengapa  beradvokasi? menjadi  cukup  relevan  dan  urgen  untuk dijawab. Ada banyak sekali alasan mengapa seseorang harus, dan diharuskan, untuk melakukan
kerja-kerja advokasi. Secara umum alasan-alasan tersebut antara lain adalah:
1.  Kita selalu dihadapkan dengan persoalan-persoalan kemanusiaan dan kemiskinan
2.  Perusakan dan kekejaman kebijakan selalu menghiasi kehidupan kita
3.  Keserakahan, kebodohan, dan kemunafikan semakin tumbuh subur pada lingkungan kita
4.  Yang kaya semakin kaya dan yang melarat semakin sekarat
Dari  beberapa  poin  di  atas  ini  kemudian  melahirkan  kesadaran  untuk  melakukan perubahan,  perlawanan, dan pembelaan atas apa  yang dirasakan olehnya. Salah satu bentuk perlawanan dan pembelaan yang elegan adalah advokasi.
Tujuan dari kerja-kerja advokasi adalah untuk mendorong terwujudnya perubahan atas sebuah  kondisi  yang  tidak  atau  belum  ideal  sesuai  dengan  yang  diharapkan.  Secara  lebih spesifik, dalam praksisnya kerja advokasi banyak diarahkan pada sasaran tembak yaitu kebijakan publik yang dibuat oleh para penguasa. Mengapa kebijakan publik? Kebijakan publik merupakan beberapa regulasi yang dibuat berdasarkan kompromi para  penguasa (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) dengan mewajibkan warganya untuk mematuhi peraturan yang  telah  dibuat. Setiap kebijakan yang akan disahkan untuk menjadi peraturan perlu dan harus dikawal serta  diawasi agar kebijakan tersebut tidak menimbulkan dampak negatif bagi warganya. Hal ini dikarenakan pemerintah  ataupun penguasa tidak  mungkin  mewakili secara luas, sementara kekuasaannya cenderung sentralistik dan mereka selalu memainkan peranan dalam proses kebijakan.
Siapa Pelaku Advokasi?8
Advokasi  dilakukan  oleh  banyak  orang,  kelompok,  atau  organisasi  yang  dapat
diklasfikan sebagai berikut:
1.  Mahasiswa (individu) atau organisasi/komunitas            kemahasiswaan (GEMAPRODEM ,
HMI, GMKI , FORMADAS, SMI , FMN, dan lain-lain).
2.  Organisasi masyarakat dan organisasi politik (SRMI , FNPBI ,STN , JAKER , LMND PRD , SPI dan lain sebagainya)
3.  Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau disebut juga organisasi non-pemerintah
4.  Komunitas masyarakat petani, nelayan, buruh , KMK dan lain-lain
5.  Organisasi-organisasi       masyarakat     atau     kelompok    yang     mewakili      interest    para anggotanya, termasuk organisasi akar rumput (Serikat Tolong Menolong atau perwiritan)
6.  Organisasi  masyarakat  keagamaan  (NU,  Muhammadiyah,  MUI,  PHDI,  PWI,  PGI, Walubi, dan lain-lain)
7.  Asosiasi-asosiasi bisnis
8.  Media
9.  Komunitas-komunitas basis (termasuk klan dan asosiasi RT, Dukuh, Lurah, dan lain- lain). Contoh: FBR, Pandu, Apdesi, dan Polosoro
10. Persatuan  buruh  dan  kelompok-kelompok  lain  yang  peduli  akan  perubahan  menuju kebaikan
1.1.3 Kerja-kerja Advokasi: Tantangan dan Strategi9
Advokasi  selamanya  menyangkut  perubahan  yang  mengubah  beberapa  kebijakan, regulasi, dan cara badan-badan perwakilan melakukan kebijakan. Dalam melakukan perubahan kebijakan pun tidak semudah yang kita bayangkan; ada beberapa lapisan yang harus kita lewati
untuk melakukan perubahan tersebut.
Lapisan pertama mencakup permintaan, tuntutan, atau desakan perubahan dalam praktik kelembagaan   dan  program-programnya.  Contoh,  sekelompok  anak  jalanan  dan  gepengmenolak  Raperda  yang  telah  dirancang  kepada  anggota  dewan  dan  pejabat  pemerintahan. Lapisan kedua, mengembangkan kemampuan  individu para warga, ormas, dan LSM. Dengan penolakan                  dan           penentangan  adanya    Raperda,  anggota                    komunitas                   belajar     bagaimana mengkomunikasikan pesan mereka pada segmentasi  yang lebih luas untuk memperkuat basis dukungan kelembagaan mereka. Lapisan ketiga, menata kembali  masyarakat. Kita mengubah
pola  pikir  dan  memberdayakan  masyarakat  marjinal  (gepeng  dan  anjal)  untuk  berinisiatif melakukan perjuangan hak-haknya secara mandiri. Advokasi dikatakan berhasil apabila kita mampu membuat komunitas kita lebih berdaya dan mampu meneriakkan aspirasinya sendiri.
Oleh karena itu, ada beberapa langkah yang harus kita lakukan untuk memetakan dan mengawal jalannya sebuah kebijakan sebelum disahkan menjadi hukum formal, yaitu:
1.  Mengerti dan memahami isi dari kebijakan beserta konteksnya, yaitu dengan memeriksa kebijakan apa saja tujuan dari lahirnya kebijakan tersebut
2.  Pelajari beberapa konsekuensi dari kebijakan tersebut. Siapa saja yang akan mendapat manfaat dari kebijakan tersebut
3.  Siapa yang akan dipengaruhi baik itu sifatnya merugikan ataupun menguntungkan
4.  Siapa aktor-aktor utama, siapa yang mendorong dan apa kepentingan serta posisi mereka
5.  Tentukan jaringan formal maupun informal melalui mana kebijakan sedang diproses.
Jaringan formal bisa termasuk institusi-institusi seperti komite legislatif dan forum public hearing. Jaringan informal melalui komunikasi interpersonal dari individu-individu yang terlibat dalam proses pembentukan kebijakan
6.  Mencari  tahu  apa  motivasi  para  aktor  utama  dan  juga  jaringan  yang  ada  dalam mendukung kebijakan yang telah dibuat
Perlu dipahami bahwa advokasi tidak terjadi seketika. Advokasi butuh perencanaan yang matang.  Agar advokasi yang dilakukan dapat terwujud secara maksimal, maka kita perlu menggunakan beberapa strategi. Berikut beberapa strategi dalam melakukan advokasi:
1.  Membangun jaringan di antara organisasi-organisasi akar rumput (grassroots), seperti federasi, perserikatan, dan organisasi pengayom lainnya
2.  Mempererat kokmunikasi dan kerjasama dengan para pejabat dan beberapa partai politik yang berorientasi reformasi pada pemerintahan
3.  Melakukan  lobi-lobi  antar  instansi,  pejabat,  organisasi  kemahasiswaan,  organisasi kemasyarakatan (NU dan Muhammadiyah)
4.  Melakukan kampanye dan kerja-kerja media sebagai ajang publikasi
5.  Melewati aksi-akasi peradilan (litigasi, class action, dan  lain-lain)
6.  Menerjunkan massa untuk melakukan demonstrasi
7.  Advokasi kebijakan publik merupakan upaya pembelaan (pengawalan) secara terencana terhadap rencana sikap, rencana tindakan atau rencana keputusan, rencana program atau rencana peraturan yang dirancang pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan agar sesuai dengan kepentingan masyarakat. Nilai-nilai utama yang terdapat dalam masyarakat yang menjadi kepentingan seluruh anggota masyarakat haruslah diprioritaskan.
8.  Keberhasilan  advokasi  kebijakan  untuk  mempengaruhi  proses  pembuatan  kebijakan publik sangat  tergantung kepada kualitas aktor atau para aktor yang memainkan peran dalam advokasi kebijakan  tersebut yang meliputi kemampuan intelektual, kemampuan mengkomunikasikan ide dan pemikiran,  kemampuan untuk menjalin relasi politik dan pengorganisasian kekuatan politik serta kemampuan membangun opini publik.
Kendala-kendala yang dihadapi10
Upaya masyarakat atau kelompok masyarakat untuk memainkan peran advokasi dalam
mempengaruhi kebijakan publik akan menghadapi empat kendala pokok.

Pertama, ada konflik nilai dalam pembuatan kebijakan publik. Konflik nilai bisa timbul antara etika dan  estetika yang dapat dilihat dalam RUU anti pornografi dan pornoaksi. Para pendukung etika (tokoh agama dan pendidikan) menginginkan pembatasan yang ketat terhadap publikasi dan prilaku porno, sebaiknya para  pendukung nilai-nilai estetika (seniman, musikus, sastrawan, dan pekerja seni) menilai pembatasan yang ketat terhadap publikasi dan prilaku porno bertentangan  dengan  hak  asasi  manusia.  Mereka  menganggap  bahwa  pelarangan  pornografi dapat  membelenggu  kebebasan  berekspresi  mereka  untuk  membuat  karya-karya  seni  yang merupakan sumber mata pencaharian mereka.
Kedua,  konflik  antara  etika  dan  ekonomi  dapat  tergambar  dari  kebijakan  dibidang perjudian dan pelacuran (prostitusi). Larangan perjudian dan pelacuran dalam kacamata hukum pidana mungkin dianggap  sebagai hal yang wajar, tapi perjudian dan pelacuran dengan beban pajak yang cukup tinggi dapat menjadi sumber bagi pendapatan daerah.
Ketiga,  kondisi  masyarakat  sipil  yang  tidak  terintegrasi  secara  baik.  Sebenarnya kekuatan  masyarakat  sipil cukup  memadai,  baik  dari kalangan komunitas  perguruan  tinggi, kelompok profesi dan lembaga swadaya masyarakat, namun karena terlalu banyak isu-isu yang diusung   menyebabkan   fokus   gerakan   masyarakat   sipil   menjadi  terpecah-pecah.   Bahkan adakalanya terjadi konflik yang tajam di antara kekuatan masyarakat sipil.
Akhirnya,  kondisi  demokrasi  dalam  kehidupan  ketatatanegaraan  kita  yang  belum mapan.  Meskipun  reformasi politik telah berlangsung sejak 1998, tapi peran partai dan aktor politik dalam memperjuangkan kepentingan rakyat masih jauh dari harapan masyarakat. Partai dan aktor politik terlalu sibuk  dengan dirinya sendiri sehingga memunculkan apatisme politik dan ketidakpercayaan terhadap partai politik.

Mengingat  advokasi  dalam  perkembangannya  digunakan  untuk  berbagai  macam kepentingan,  maka advokasi dalam pembahasan in10  tak lain adalah advokasi yang bertujuan memperjuangkan  keadilan  sosial.  Dengan  kata  lain,  advokasi  yang  dirumuskan  merupakan praktek  perjuangan  secara  sistematis  dalam  rangka  mendorong  terwujudnya  keadilan  sosial melalui  perubahan  atau  perumusan  kebijakan  publik.   Meminjam  bahasa  Mansour  Faqih, advokasi yang dimaksud adalah advokasi keadilan sosial.
Penegasan  ini  penting  untuk  menghindari  kesimpangsiuran  pemahaman  yang  akan berujung pada  kesalahan menerapkan strategi dan tujuan. Bagaimanapun banyak lembaga atau organisasi yang  merasa prihatin  dengan kenyataan sosial, kemudian mengupayakan sesuatu, namun  pada  akhirnya  terjebak  pada  kesalahan  dalam  mendiagnosa  masalah.  Misalnya  saja organisasi  yang  berjuang  memberantas  kemiskinan  yang  menggunakan  pendekatan  sedekah (charity) belaka dengan membagi-bagi uang dan sebagainya tanpa pernah mempertanyakan apa yang menyebabkan masyarakat menjadi miskin. Dengan kata lain, sedekah merupakan tindakan yang hanya menyelesaikan akibat, bukan sebab. Demikian halnya dengan masalah-masalah lain yang menyangkut harkat hidup orang banyak, khususnya masalah-masalah yang terkait dengan keadilan sosial.

 Beliau merupakan Direktur Lembaga Dakwah dan Pengabdian Masyarakat Yayasan KODAMA YogyakartaDirektur Jogja Corruption Watch (JCW), dan Sekretaris LAZIS PWNU DIY.
 Artikel ini merupakah hasil olah dari Power Point yang disampaikan oleh pemateri (Yusuf Effendi) pada sesmateri Advokasi dan Manajemen Aksi dalam PKD PMII Komisariat Gadjah Mada di PP Sunan Pandan Aran, 18-20
April 2008.

3 http://bantuanhukum.info/?page=detail&cat=B16&sub=B1601&prod=B160101&t=3&ty=2
5 Ibid
6 Ibid
 Artikel ini disampaikan oleh pemateri (Elbiando Lumban Gaol) pada sesi diskusi tematis gemaprodem dalamateri pengantar advokas di Sekretariat gemaprodem ,Jamin ginting gg ganefo Padang Bulan-Medan 14 agustus

2006.
8 ibid
9 ibid
10 http://birokrasi.kompasiana.com/2011/01/29/optimalisasi-peran-advokasi-dalam-mempengaruhi-kebijakan-publik/