1.1. Advokasi
1.1.1. Sebuah Definisi
Banyak orang masih menganggap bahwa advokasi merupakan kerja-kerja pembelaan
hukum (litigasi) yang dilakukan oleh pengacara dan hanya merupakan pekerjaan yang berkaitan dengan praktek beracara di pengadilan.
Pandangan ini kemudian melahirkan pengertian yang sempit terhadap apa yang disebut sebagai advokasi. Seolah-olah, advokasi merupakan urusan sekaligus monopoli dari organisasi yang berkaitan dengan ilmu dan praktek hukum semata.
Pandangan semacam itu bukan selamanya keliru, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Mungkin pengertian advokasi menjadi sempit karena pengaruh yang cukup kuat dari padanan
kata advokasi itu dalam bahasa Belanda, yakni advocaat yang tak lain memang berarti pengacara
hukum atau pembela. Namun kalau kita mau mengacu pada kata advocate dalam pengertian bahasa Inggris, maka pengertian advokasi akan menjadi lebih luas. Misalnya saja dalam kamus
bahasa
Inggris
yang disusun oleh Prof. Wojowasito, Alm.,
Guru Besar IKIP
Malang (kini Universitas Negeri Malang) yang diterbitkan sejak tahun 1980, kata advocate dalam
bahasa
Inggris dapat bermakna
macam-macam. Avocate bisa berarti
menganjurkan,
memajukan (to
promote), menyokong atau
memelopori. Dengan
kata lain, advokasi juga bisa diartikan
melakukan ‘perubahan’ secara terorganisir dan sistematis.
Istilah advokasi merujuk kepada dua pengertian, yaitu, pertama, pekerjaan atau profesi dari seorang advokat, dan kedua, perbuatan atau tindakan pembelaan untuk atau secara aktif mendukung
suatu maksud. Pengertian pertama berkaitan dengan pekerjaan seorang advokat dalam
membela seorang kliennya dalam proses peradilan untuk
mendapatkan keadilan.
Pengertian advokasi yang pertama ini lebih bersifat khusus
sedangkan
pengertian kedua lebih bersifat umum karena berhubungan dengan pembelaan secara umum,
memperjuangkan tujuan atau maksud tertentu.
Dalam konteks advokasi untuk memengaruhi kebijakan publik, pengertian advokasi
yang kedua mungkin yang lebih tepat karena obyek yang di advokasi adalah sebuah kebijakan
yang berkaitan dengan kepentingan publik atau kepentingan anggota masyarakat.
Berbicara advokasi, sebenarnya tidak ada definisi yang baku. Pengertian advokasi selalu
berubah-ubah sepanjang waktu tergantung
pada keadaan,
kekuasaan,
dan politik pada suatu kawasan tertentu. Advokasi sendiri dari segi bahasa adalah pembelaan.
Setidaknya ada beberapa
pengertian dan penjelasan terkait dengan definisi advokasi, yaitu:
1. Usaha-usaha terorganisir untuk membawa perubahan-perubahan secara sistematis dalam menyikapi suatu kebijakan, regulasi, atau pelaksanaannya (Meuthia Ganier).1
2. Advokasi adalah membangun organisasi-organisasi demokratis yang kuat untuk membuat
para penguasa bertanggung jawab menyangkut peningkatan keterampilan serta pengertian rakyat tentang bagaimana kekuasaan itu bekerja. 2
3. Upaya terorganisir
maupun aksi yang
menggunakan sarana-sarana
demokrasi
untuk menyusun dan melaksanakan undang-undang
dan kebijakan yang
bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan merata (Institut Advokasi Washington DC).
4. Advokasi merupakan
segenap aktifitas
pengerahan
sumber
daya
yang ada
untuk membela, memajukan, bahkan merubah tatanan untuk mencapai tujuan yang lebih baik sesuai keadaan yang diharapkan. Advokasi dapat berupa upaya hukum formal (litigasi) maupun di luar jalur hukum formal (nonlitigasi).3
5.
Menurut Mansour Faqih, Alm., dkk, advokasi adalah usaha sistematis dan terorganisir untuk mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya perubahan dalam kebijakan publik
secara bertahap-maju (incremental).4
6. Julie Stirling mendefinisikan advokasi sebagai serangkaian tindakan yang berproses atau
6. Julie Stirling mendefinisikan advokasi sebagai serangkaian tindakan yang berproses atau
kampanye yang terencana/terarah untuk mempengaruhi orang lain yang hasil akhirnya adalah untuk merubah kebijakan publik. 5
7. Menurut Sheila Espine-Villaluz, advokasi diartikan sebagai aksi strategis dan terpadu
yang dilakukan perorangan
dan kelompok
untuk
memasukkan
suatu masalah (isu) kedalam agenda kebijakan,
mendorong para pembuat kebijakan untuk menyelesaikan
masalah tersebut, dan membangun basis
dukungan atas kebijakan publik yang diambil
untuk menyelesaikan masalah tersebut. 6
Dari berbagai pengertian advokasi diatas, kita dapat membagi penjelasan itu atas empat bagian, yakni aktor atau pelaku, strategi, ruang lingkup dan tujuan.
1.1.2 Advokasi: Alasan, Tujuan,
dan
Sasaran 7
Bagi sebagian orang yang telah berkecimpung dalam dunia advokasi, tentu mereka tidak akan menanyakan
kembali mengapa mereka melakukan hal itu. Namun, bagi sebagian lainnya yang
belum begitu
memahami, atau bahkan belum pernah mengenal,
seluk-beluk advokasi, jawaban atas pertanyaan
“Mengapa beradvokasi?” menjadi cukup relevan dan urgen untuk
dijawab. Ada banyak sekali alasan mengapa seseorang harus, dan diharuskan, untuk melakukan
kerja-kerja advokasi. Secara umum alasan-alasan tersebut antara lain
adalah:
1. Kita selalu dihadapkan dengan persoalan-persoalan kemanusiaan dan kemiskinan
2. Perusakan dan kekejaman kebijakan selalu menghiasi kehidupan kita
3. Keserakahan, kebodohan, dan kemunafikan semakin tumbuh subur pada lingkungan kita
4. Yang kaya semakin kaya dan yang melarat semakin sekarat
Dari beberapa poin di
atas ini
kemudian
melahirkan
kesadaran
untuk melakukan
perubahan, perlawanan, dan pembelaan atas apa
yang dirasakan olehnya. Salah satu bentuk perlawanan dan pembelaan yang “elegan” adalah advokasi.
Tujuan dari kerja-kerja advokasi adalah untuk mendorong terwujudnya perubahan atas
sebuah
kondisi yang
tidak
atau belum ideal sesuai dengan
yang diharapkan. Secara lebih
spesifik, dalam praksisnya kerja advokasi banyak diarahkan pada sasaran tembak yaitu kebijakan publik yang dibuat oleh para penguasa. Mengapa kebijakan publik?
Kebijakan publik merupakan
beberapa regulasi yang dibuat berdasarkan kompromi para
penguasa (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) dengan mewajibkan warganya untuk mematuhi peraturan yang telah dibuat. Setiap kebijakan yang akan disahkan untuk menjadi peraturan perlu dan harus dikawal serta diawasi
agar kebijakan tersebut tidak menimbulkan dampak negatif bagi warganya. Hal ini dikarenakan
pemerintah ataupun penguasa tidak mungkin mewakili secara luas, sementara kekuasaannya
cenderung sentralistik dan mereka selalu memainkan peranan dalam proses kebijakan.
Siapa Pelaku Advokasi?8
Advokasi dilakukan oleh
banyak
orang,
kelompok, atau
organisasi yang
dapat
diklasfikan sebagai berikut:
1. Mahasiswa (individu) atau organisasi/komunitas kemahasiswaan (GEMAPRODEM ,
HMI, GMKI ,
FORMADAS, SMI ,
FMN, dan lain-lain).
2. Organisasi masyarakat dan organisasi politik (SRMI ,
FNPBI ,STN , JAKER , LMND
PRD , SPI dan lain sebagainya)
3. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau disebut juga organisasi non-pemerintah
4. Komunitas masyarakat petani, nelayan, buruh , KMK dan lain-lain
5. Organisasi-organisasi masyarakat atau kelompok yang mewakili interest para
anggotanya, termasuk organisasi akar rumput (Serikat Tolong Menolong atau perwiritan)
6. Organisasi masyarakat
keagamaan (NU,
Muhammadiyah,
MUI,
PHDI,
PWI, PGI, Walubi, dan lain-lain)
7. Asosiasi-asosiasi bisnis
8. Media
9. Komunitas-komunitas basis (termasuk klan dan asosiasi RT, Dukuh, Lurah, dan lain-
lain). Contoh: FBR, Pandu, Apdesi, dan Polosoro
10. Persatuan
buruh dan
kelompok-kelompok lain
yang peduli akan perubahan
menuju kebaikan
1.1.3 Kerja-kerja Advokasi: Tantangan dan Strategi9
Advokasi selamanya menyangkut perubahan yang mengubah beberapa kebijakan,
regulasi, dan cara badan-badan perwakilan melakukan kebijakan. Dalam melakukan perubahan
kebijakan pun tidak semudah yang kita bayangkan; ada beberapa lapisan yang harus kita lewati
untuk melakukan perubahan tersebut.
Lapisan pertama mencakup permintaan, tuntutan, atau desakan perubahan dalam praktik kelembagaan dan program-programnya. Contoh, sekelompok
anak
jalanan
dan “gepeng”
menolak
Raperda yang
telah
dirancang
kepada anggota
dewan
dan pejabat pemerintahan.
Lapisan kedua, mengembangkan kemampuan individu
para warga, ormas, dan LSM. Dengan penolakan dan penentangan adanya Raperda, anggota komunitas belajar bagaimana
mengkomunikasikan pesan mereka pada segmentasi yang lebih luas untuk memperkuat basis dukungan kelembagaan mereka. Lapisan ketiga, menata kembali
masyarakat.
Kita mengubah
pola pikir
dan memberdayakan masyarakat marjinal
(gepeng
dan anjal) untuk
berinisiatif melakukan perjuangan hak-haknya secara mandiri. Advokasi dikatakan berhasil apabila kita
mampu membuat komunitas
kita lebih berdaya dan mampu meneriakkan aspirasinya sendiri.
Oleh karena itu, ada beberapa langkah yang harus kita lakukan untuk memetakan dan mengawal jalannya sebuah kebijakan sebelum disahkan menjadi hukum formal, yaitu:
1. Mengerti dan memahami isi dari kebijakan beserta konteksnya, yaitu dengan memeriksa kebijakan apa saja tujuan dari lahirnya kebijakan tersebut
2. Pelajari beberapa konsekuensi dari kebijakan tersebut. Siapa saja yang akan
mendapat manfaat dari kebijakan tersebut
3. Siapa yang akan dipengaruhi baik itu sifatnya merugikan ataupun menguntungkan
4. Siapa aktor-aktor utama, siapa yang mendorong dan apa kepentingan serta posisi mereka
5. Tentukan jaringan formal maupun informal melalui mana kebijakan sedang diproses.
Jaringan formal bisa termasuk institusi-institusi seperti komite legislatif dan forum public
hearing. Jaringan informal melalui komunikasi interpersonal dari individu-individu yang terlibat dalam proses pembentukan kebijakan
6. Mencari tahu
apa motivasi
para
aktor
utama
dan juga
jaringan yang
ada
dalam mendukung kebijakan yang telah dibuat
Perlu dipahami bahwa advokasi tidak terjadi seketika. Advokasi butuh perencanaan
yang matang. Agar advokasi yang dilakukan dapat terwujud secara maksimal, maka kita perlu menggunakan beberapa strategi.
Berikut beberapa strategi dalam melakukan advokasi:
1. Membangun jaringan di antara organisasi-organisasi akar rumput (grassroots), seperti
federasi, perserikatan, dan organisasi pengayom lainnya
2. Mempererat kokmunikasi dan kerjasama dengan para pejabat dan beberapa partai politik
yang berorientasi reformasi pada pemerintahan
3. Melakukan lobi-lobi antar instansi,
pejabat,
organisasi
kemahasiswaan,
organisasi kemasyarakatan (NU dan Muhammadiyah)
4. Melakukan kampanye dan kerja-kerja media sebagai ajang publikasi
5. Melewati aksi-akasi peradilan (litigasi, class
action, dan lain-lain)
6. Menerjunkan massa untuk melakukan demonstrasi
7.
Advokasi kebijakan publik merupakan upaya pembelaan (pengawalan) secara terencana terhadap rencana sikap, rencana tindakan atau rencana keputusan, rencana program atau
rencana peraturan yang dirancang pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan agar
sesuai dengan kepentingan masyarakat. Nilai-nilai utama yang terdapat dalam masyarakat
yang menjadi kepentingan seluruh anggota masyarakat haruslah diprioritaskan.
8. Keberhasilan advokasi kebijakan untuk
mempengaruhi
proses
pembuatan
kebijakan publik sangat tergantung kepada kualitas aktor atau para aktor yang memainkan peran dalam advokasi kebijakan
tersebut yang meliputi kemampuan intelektual, kemampuan mengkomunikasikan ide dan pemikiran,
kemampuan untuk menjalin relasi politik dan
pengorganisasian kekuatan politik serta kemampuan membangun opini publik.
Kendala-kendala
yang
dihadapi10
Upaya masyarakat atau kelompok masyarakat untuk memainkan peran advokasi dalam
mempengaruhi kebijakan publik akan menghadapi empat kendala pokok.
Pertama, ada konflik nilai dalam pembuatan kebijakan publik. Konflik nilai bisa timbul
antara etika dan estetika yang dapat dilihat dalam RUU anti pornografi dan pornoaksi. Para pendukung etika (tokoh agama dan pendidikan) menginginkan pembatasan yang ketat terhadap
publikasi dan prilaku porno, sebaiknya para pendukung
nilai-nilai estetika (seniman, musikus, sastrawan, dan pekerja seni) menilai pembatasan yang ketat terhadap publikasi dan prilaku porno
bertentangan dengan
hak
asasi manusia.
Mereka
menganggap
bahwa pelarangan pornografi
dapat
membelenggu kebebasan berekspresi mereka untuk membuat karya-karya seni yang merupakan sumber mata pencaharian mereka.
Kedua, konflik antara
etika dan ekonomi dapat
tergambar dari kebijakan dibidang perjudian dan pelacuran (prostitusi). Larangan perjudian dan pelacuran dalam kacamata hukum pidana mungkin dianggap sebagai
hal yang wajar, tapi perjudian dan pelacuran dengan beban pajak yang cukup tinggi dapat menjadi sumber bagi pendapatan daerah.
Ketiga, kondisi masyarakat sipil yang tidak
terintegrasi
secara baik.
Sebenarnya kekuatan masyarakat
sipil cukup memadai, baik dari kalangan komunitas
perguruan tinggi,
kelompok profesi dan lembaga swadaya masyarakat, namun karena terlalu banyak isu-isu yang
diusung menyebabkan fokus gerakan masyarakat sipil menjadi
terpecah-pecah. Bahkan
adakalanya terjadi konflik yang tajam di antara kekuatan masyarakat sipil.
Akhirnya,
kondisi demokrasi dalam
kehidupan ketatatanegaraan
kita yang belum mapan. Meskipun
reformasi politik telah berlangsung sejak 1998, tapi peran partai dan aktor politik dalam memperjuangkan kepentingan rakyat masih jauh dari harapan masyarakat. Partai
dan
aktor politik terlalu sibuk dengan
dirinya sendiri sehingga memunculkan apatisme politik dan ketidakpercayaan terhadap partai politik.
Mengingat advokasi dalam
perkembangannya
digunakan
untuk berbagai macam kepentingan, maka advokasi dalam pembahasan ini 10 tak lain adalah advokasi yang bertujuan
memperjuangkan
keadilan
sosial.
Dengan kata lain, advokasi yang
dirumuskan
merupakan praktek perjuangan secara
sistematis dalam rangka mendorong
terwujudnya keadilan sosial
melalui
perubahan atau
perumusan
kebijakan
publik. Meminjam bahasa Mansour
Faqih, advokasi yang dimaksud adalah advokasi keadilan sosial.
Penegasan ini
penting untuk menghindari
kesimpangsiuran
pemahaman yang
akan
berujung pada kesalahan menerapkan strategi dan tujuan. Bagaimanapun banyak lembaga atau organisasi yang
merasa prihatin
dengan kenyataan sosial, kemudian mengupayakan sesuatu,
namun
pada akhirnya
terjebak pada
kesalahan
dalam mendiagnosa masalah.
Misalnya saja organisasi
yang berjuang memberantas
kemiskinan yang
menggunakan pendekatan
sedekah
(charity) belaka dengan membagi-bagi uang dan sebagainya tanpa pernah mempertanyakan apa yang menyebabkan masyarakat menjadi miskin. Dengan kata lain, sedekah merupakan tindakan
yang hanya menyelesaikan akibat, bukan sebab. Demikian halnya dengan masalah-masalah lain yang menyangkut harkat hidup orang banyak, khususnya masalah-masalah yang terkait dengan
keadilan sosial.
1 Beliau merupakan Direktur Lembaga Dakwah dan Pengabdian Masyarakat Yayasan KODAMA Yogyakarta, Direktur Jogja Corruption Watch (JCW), dan Sekretaris LAZIS PWNU DIY.
2 Artikel ini merupakah hasil olah dari Power Point yang disampaikan oleh pemateri (Yusuf Effendi) pada sesi materi Advokasi dan Manajemen Aksi dalam PKD PMII Komisariat Gadjah Mada di PP Sunan Pandan Aran, 18-20
April 2008.
5 Ibid
6 Ibid
7 Artikel ini disampaikan oleh pemateri (Elbiando Lumban Gaol) pada sesi diskusi tematis gemaprodem dalam materi pengantar advokasi di Sekretariat gemaprodem ,Jamin ginting gg ganefo Padang Bulan-Medan 14 agustus
7 Artikel ini disampaikan oleh pemateri (Elbiando Lumban Gaol) pada sesi diskusi tematis gemaprodem dalam materi pengantar advokasi di Sekretariat gemaprodem ,Jamin ginting gg ganefo Padang Bulan-Medan 14 agustus
2006.
8 ibid
9 ibid
10 http://birokrasi.kompasiana.com/2011/01/29/optimalisasi-peran-advokasi-dalam-mempengaruhi-kebijakan-publik/
0 komentar:
Posting Komentar